Benarkah Perempuan yang Baik untuk Laki-laki yang Baik?

SQ Blog - Shubuh ini admin akan berbagi pemahaman terkait satu surah dalam al-Quran. Umumnya ayat tersebut dimaknai bahwa laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik pula, begitu pun sebaliknya. Ayat yang memuat informasi tersebut ialah surah An-Nur ayat 26. Pertanyaanya, sudah benarkah demikian pemahaman atau penafsiran ayat tersebut. Inilah yang admin akan bagikan kali ini. Simak uraiannya di bawah ini.

Q.S. al-Nur Ayat 26

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ ﴿سورة النور : ٢٦﴾

Artinya: Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).[1] [Q.S. al-Nur : 26]

Asbab al-Nuzul Surah al-Nur Ayat 26

Riwayat asbab al-nuzul dari surah al-Nur ayat 26 di atas, sebagai berikut:[2]
  • Pada suatu waktu Khasif bertanya kepada Sa’ad bin Jubair: “Mana yang lebih besar dosanya, zina atau menuduh orang berbuat zina ?”. jawab Sa’ad “Lebih besar zina”. Khasif kembali berkata: “Bukankah Allah swt telah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik …..”(QS. An-Nur:23) sebagaimana kita maklumi ?”. Yakni yang menegaskan bahwa orang yang menuduh berzina dilaknat Allah di dunia dan akhirat. Maka Sa’ad berkata: “ayat ini diturunkan khusus berkenaan dengan peristiwa Aisyah”. (HR. Thabrani dari Khasif. Di dalam sanadnya terdapat Yahya al-Hamani yang dha’if).
  • Aisyah binti Abu Bakar Shiddiq dituduh berbuat serong. Dan ia sendiri tidak mengetahui, baru kemudian ada yang menyampaikan tentang tuduhan yang dilontarkan kepadanya. Ketika Rasulullah SAW. Berada di tempat Aisyah, maka turunlah wahyu sehingga beliau membetulkan duduknya serta menyapu muka. Setelah itu beliau bersabda : “Wahai Aisyah, bergembiralah kamu “. Aisyah berkata: “Dengan memuji dan bersyukur kepada Allah, dan bukan kepada tuan.” Kemudian Rasulullah SAW. Membaca ayat ke 23-26 sebagai ketegsan hukum bagi orang yang menuduh berbuat zina terhadap wanita yang suci. (HR. Ibnu Jarir dari Aisyah).
Jadi ayat ke 26 diturunkan sehubungan dengan tuduhan yang dibuat-buat oleh kaum munafikin terhadap diri Aisyah, isteri Rasulullah SAW. (H.R. At-Thabrani dengan dua sanad yang keduanya dha’if dari Ibnu Abbas). Karena ketika itu orang-orang membicarakan fitnah yang ditujukan kepada Aisyah binti Abu Bakar Shiddiq, isteri Rasulullah. Maka Rasulullah SAW. Mengirim utusan kepada Aisyah dengan mengatakan: “Wahai Aisyah, bagaiamana pendapatmu tentang ucapan orang mengenai dirimu?”. Jawab Aisyah : “Aku tidak akan memberikan sanggahan apa pun sehingga Allah menurunkan sanggahan dari langit”. Maka Allah SWT. Kemudian menurunkan 15 ayat dari surat ini. Yakni ayat ke-11 sampai 26. Kemudian Rasulullah SAW. Membacakan ayat-ayat tersebut kapada Aisyah. (H.R. Thabrani dari Hakam bin Utaibah. Hadist ini isnadnya shahih, tetapi mursal).[3]

Pemahaman Ayat

Adapun riwayat asbab al-nuzul dari surah al-Nur ayat 26, Setelah kita mengetahui peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat ini. Kita dapat memahami bahwa ayat di atas diturunkan khusus berkenaan dengan peristiwa Aisyah binti Abu Bakar Shiddiq yang dituduh kaum munafikin dengan tuduhan yang mereka reka-reka dan dust. Ayat 26 ini adalah penutup dari ayat wahyu yang tujuannya untuk menjaga kesucian Aisyah istri Rasulullah SAW atau membersihkannya dari tuduhan hina dan nista itu.

Dalam ayat ini diberikan pedoman hidup bagi setiap orang yang beriman. Tuduhan nista adalah perbuatan yang amat kotor dan akan timbul dari orang yang kotor pula. Memang orang yang kotorlah yang menimbulkan perbuatan kotor. Adapun perkara-perkara yang baik adalah hasil dari orang-orang yang baik pula, dan memanglah orang baik yang sanggup menciptakan perkara baik. Dan orang baik tidaklah akan menghasilkan yang kotor.[4]

Akan tetapi banyak yang memahami ayat ini seakan mengatakan bahwa jika seorang laki-laki atau wanita baik maka dengan sendirinya istri atau suaminya juga baik, diampuni, dan menjadi salah seorang penghuni surga. Sebab Al-Qur’an memandang iman, kesalehan, dan amal baik sebagai kriteria. Akan tetapi sebanarnya tidak begitu, karena meskipun Nuh as dan Luth as adalah manusia-manusia suci dan beriman, namun istri-istri mereka adalah orang-orang jahat dan merupakan penghuni neraka.[5] Dan banyak juga kejadian masa kini yang serupa dengan itu karena hakikatnya ada empat model pasangan suami istri:
  1. Suami : Iman/Baik, Istri: Kafir/Buruk (pasangan Nabi Luth dalam surat at-Tahrim:10)
  2. Suami : Kafir/Buruk, Istri: Iman/ Baik (Pasangan Fir’aun dalam surat at-Tahrim: 11)
  3. Suami dan Istri sama-sama Kafir/Buruk (Abu Lahab dan Istrinya Arwa binti Harb “Ummu Jamil”)
  4. Suami dan Istri sama-sama Iman/Baik (Rasulullah SAW dan Siti Aisyah ra) 
Perkataan yang Baik untuk Orang Baik dan Perkataan Jelek untuk Orang yang Jelek

Dalam tafsir Nurul Qur’an kata thayyib berarti menyenangkan dan manis. Dalam al-Qur’an, kata ini digunakan untuk menggambarkan harta benda, anak keturunan, wacana kota, pasangan hidup, makanan dan rezeki, rumah, sudut, pohon, serta sapaan. Sedangkan lawan katanya khabist, yang berarti jahat dan keji. Ia juga digunakan untuk menggambarkan harta benda, manusia, pasangan hidup, pembicaraan, dan pohon.

Abdullah bin Abbas ra. Berkata: “Maksudnya kat-kata yang buruk hanya pantas bagi laki-laki yang yang buruk. Dan laki-laki yang jahat, yang pantas baginya hanyanlah kata-kata yang buruk begitupun sebalikny. Sebagaimana sudah dikemukakan diatas bahwa ayat ini turun berkenaan dengan ‘Aisyah ra. dan ahlul ifqki”. Demikianlah dikemukakan oleh Mujahid, ‘Atha’, Sa’id bin Jubair, asy-Sya’bi, al-Hasan al-Bashri, Habib bin Abi Tsabit, adh-Dhahhak dan pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir ath-Thabari. Intinya, perkataan yang buruk lebih pantas ditujukan kepada orang-orang yang jahat dan perkataan yang baik hanya pantas bagi orang-orang yang baik. Tuduhan keji yang ditujukan kaum munafiq kepada ‘Aisyah ra sebenarnya lebih pantas ditujukan kepada mereka. ‘Aisyah lebih pantas bersih dari tuduhan tersebut daripada mereka.[6]

Pada akhir ayat 26 tuhan menutup perkara tuduhan ini dengan ucapan putus, yaitu bahwa sekalian orang yang difitnah itu adalah bersih belaka dari segala tuduhan, mereka tidak bersalah samasekali. Adapun si penuduh yang hanya terbawa-bawa diberi ampun oleh tuhan atas dosanya, setelah yang patut menjalani hukuman telah menjalaninya. Dan rezeki serta kehidupan orang-orang yang kena tuduh akan diberi ganda oleh tuhan.[7]

Penjelasan diatas ingin mengemukakan bahwa ayat ini tidak bisa ditafsirkan serta merta tanpa melihat dan mengetahui sebab yang melatarbelakangi turunnya ayat ini. Adapun dalam penafsirannya ayat ini bisa ditafsirkan dengan berbagai cara:[8]
  • Berkenaan dengan ayat-ayat sebelumnya yang membicarakan wanita-wanita suci serta kejadian ifk, serta berkenaan dengan kalimat : Mereka itu bersih dari apa yang mereka katakana, maka ayat ini berarti bahwa kata-kata buruk semisal fitnah hanya layak bagi orang-orang jahat, sedangkan kata-kata suci hanya cocok bagi oran-orang yang suci pula.
  • Dan munkin juga yang dimaksud ayat ini pasangan hidup yang cocok yang berarti suami istri haruslah cocok satu sama lain. Ini artinya, setiap orang dengan sendirinya akan mencari pasangan yang sama watak dan sifatnya. Dengan kata lain, orang yang keji mengejar yang keji dan sebaliknya.
Di sisi lain seolah-olah ayat ini menyatakan sebuah ketentuan agama, yaitu perkawinan orang baik dengan orang jahat adalah haram. Hal ini seperti disebutkan pada ayat ke tiga dari surat yang sama, yang menyatakan: “Pelaku zina laki-laki tidak boleh kawin kecuali dengan pezina perempuan".

ENDNOTE


[1] Ayat Ini menunjukkan kesucian 'Aisyah r.a. dan Shafwan dari segala tuduhan yang ditujukan kepada mereka. Rasulullah adalah orang yang paling baik Maka Pastilah wanita yang baik pula yang menjadi istri beliau
[2] A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002). hal 616.
[3] A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002). hal 617.
[4] Abdul Malik Abdulkarim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-Azhar, (Singapore:  Kerjaya Printing Industries Pte Ltd,2003)  jil.7, hal 4913-4914.
[5] Allamah Kamal Faqih, Nurul Qur’an, (Jakrta: Al-Huda, 2006), jil 11, hal 324.
[6] Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir, (Kairo: Mu’assasah Daar al-Hilaal, 1994), hal 32.
[7] Abdul Malik Abdulkarim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-Azhar, (Singapore:  Kerjaya Printing Industries Pte Ltd,2003)  jil.7, hal 4915.
[8] Allamah Kamal Faqih, Nurul Qur’an, (Jakrta: Al-Huda, 2006), jil 11, hal 325.
[9] Tafsir Majma’ul Bayan dan Wasa’ilusy Syi’ah, jil. 14, hal. 337


Laki-laki yang Baik untuk perempuan yang baik, pasangan suami istri

Posting Komentar

[blogger][facebook]

SQ Blog

{picture#https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimSap9ccYY8FQp44yNvjVK6lRtOVpD-gpVKKWSk__oyc8ChkbooHIuh52uDXiZGchcOoPlIazgMEjOjQ5r0b-DftM48h8gDub2yWyKzDdH1VSYDrsmbf1qfYgl5hKaEuiAW8WAQeTmErDqcHjIm3C4GJKWRJv52o5uHAW10S2gOWj4o8nMsdahVxSo/s500/sq%20vlog%20official%20logo%20png%20full.png} SQ Blog - Wahana Ilmu dan Amal {facebook#https://web.facebook.com/quranhadisblog} {youtube#https://www.youtube.com/user/Zulhas1}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.