Relevansi Sains, Tafsir Ilmi, dan Mukjizat Ilmi

SQ Blog - dimanapun berada, post kami sebelumnya mengenai, Sains, Tafsir Ilmi dan Mukjizat Ilmi merupakan tiga ranah kajian ke-al-Quranan yang saling terkait. Olehnya itu, post kali mengenai Relevansi Sains, Tafsir Ilmi, dan Mukjizat Ilmi ingin melihat hubungan diantara ketiganya. Berikut uraiannya sobat...!

Islam mengenal dalil naqli, yakni bukti-bukti keberadaan Allah SWT yang termaktub dalam al-Quran dan Hadis serta dalil aqli, yakni hasil pengamatan dan pemahaman terhadap fakta-fakta yang terindra secara logis dengan menggunakan akal sehat dan kecerdasan sebagai potensi yang dimiliki setiap manusia. Penggunaan dalil naqli sangat tergantung pada keimanan atau sebagai konsekuensi logis dari keimanan, sedangkan penggunaan dalil aqli (empris-logik) sebagai proses untuk beriman.

Merujuk ayat-ayat al-Quran maupun Hadis, tidak dapat dipungkiri akan beberapa informasi ilmiah yang menuntut tindakan empiris dan proses berpikir. Ini menunjukkan tradisi empiris atau kebiasaan memahami secara logis, sangat kuat dalam Islam. Dengan mempelajari berbagai fenomena alam secara mendalam, para ulama sampai pada kesimpulan bahwa materi tidak jadi dengan sendirinya, tetapi keberadaanya merupakan ciptaan Allah. Meraka pun sampai pada kesimpulan-kesimpulan berupa pengetahuan yang memiliki kejelasan konseptual, kejelasan teori, kejelasan pengukuran, dan kejelasan metode yang digunakan untuk sampai pada kesimpulan ilmiah tersebut. Dengan kata lain, dengan melakukan pengamatan terhadap feomena alam, para ulama pada masa kebesaran Islam telah menemukan berbagai teori sains (science) yang sekalius menjadi penggerak nilai keimanan kepada Allah.[1]

Realitas ini menunjukkan peranan penting al-Quran dan Hadis untuk mendorong lahirnya berbagai kajian terhadap alam yang lazimnya disebut sains. Berbagai sistem moral dan hukum yang berhubungan dengan kehidupan individu, sosial, ekonomi, politik, sains, atau bidang-bidang lain dikelola al-Quran dan Hadis. Ini karena kapasitasnya yang menjangkau seluruh medan kehidupan rasional manusia, tidak ada satu lini yang lepas dari fokusnya. Fakta ini menempatakan posisinya di titik sentral sekian banyak telaah dan subjek utama dalam penyusunan berbagai kajian.[2] Di antaranya kajian dalam bidang sains yang kemudian melahirkan satu bentuk penafsiran, yaitu tafsir ilmi.

Ilustrasi ajaran-ajaran al-Quran menyoroti banyak hal yang ada dalam kehidupan alam ini, baik mengenai proses kejadian alam, mekanisme kehidupan makhluk-makhluknya termasuk manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Padahal bangsa Arab pada zaman itu termasuk masyarakat yang lemah tradisi tulis-bacanya, dan lemah pula wawasan dan pengetahuan mereka tentang berbagai bidang keilmuan, kecuali dalam aspek perdagangan yang sudah menjadi tradisi dikalangan masyarakat Quraisy sejak masa nenek moyang mereka. Kontak mereka dengan orang-orang Byzantium dari Eropa Timur bukan kontak keilmuan, tetapi kontak perdagangan. Sebab itu, mereka kemudian disebut al-Quran sebagai masyarakat ummi> (lemah tradis tulis-bacanya).[3]

Dengan demikian, ketika al-Quran diturunkan dan memberi isyarat berbagai bidang keilmuan, bagi masyarakat Quraisy merupakan sesuatu yang baru dan belum mereka kenal, sementara nabi sendiri tidak mungkin menyusunnya karena tidak memiliki latar belakang budaya yang mendukung rumusan dan ilustrasi al-Quran. Hal ini merupakan salah satu kekuatan kitab suci ini yang menunjukkan kebenaran nubuwah (kerasulan) Muhammad Saw. Al-Quran mengungkapkan informasi yang mustahil diketahui pada waktu itu. Penyampaiannya secara ringkas dan padat, namun manusia mengumpulkan informasi sampai bertahun-tahun untuk dapat mengetahui pesan yang dikandungnya. Kandungan isinya yang sangat luas namun konsisten, bebas dari kesalahan, dan selaras dengan berbagai penemuan ilmiah dalam bidang sains saat ini.[4] Al-Quran sendiri menegaskan akan hal ini dalam ayat berikut:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا ﴿سورة النساء: ٥٣﴾

Artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (Q.S. al-Nisa’ [4]: 82)

Penelitian dan kajian tentang isyarat-isyarat al-Quran terhadap ilmu pengetahuan telah dan masih terus dilakukan para ilmuwan Muslim. Sebelum mengkaji suatu objek yang disebutkan dalam al-Quran serta pengembangnnya pada objek-objek lain, para ilmuwan sudah pasti mengkaji al-Quran dan Hadis. Karena itu, tidak mengherankan para ilmuwan tersebut adalah para ahli tafsir al-Quran dan ahli Hadis. Misalnya Ibnu Sina, disamping sebagai dokter, ia adalah seorang Huffaz} (penghafal al-Quran) dan juga sebagai mufassir (ahli tafsir).[5]

Disini memperlihatkan bahwa peranan seorang mufassir sangat besar dalam mengkaji sains yang pada akhirnya menghasilkan satu bentuk penafsiran tersendiri, yaitu corak tafsir ilmi. Di sisi lain, pemahamannya terhadap teks-teks al-Quran yang diturunkan sejak 14 abad silam, namun tetap menjadi sumber informasi berbagai penemuan saat ini mengantarkannya pada sebuah kesimpulan tentang mukjizat ilmi (i’jaz al-ilmi). Kerangka ini terbangun atas kesadaran bahwa al-Quran sebagai dalil naqli dan alam raya sebagai dalil aqli merupakan kesatuan untuk memberikan petunjuk kepada manusia.

Melalui keduanya, yaitu al-Quran (ayat qauliyyah) dan alam raya (ayat kauniyyah), Allah Mahakuasa untuk menampakkan mukjizat dari keduanya. Namun perlu dipahami, mukjizat hanya ditujukan kepada yang ragu. Atas dasar itu, al-Quran bagi kaum Muslim tidak berfungsi sebagai mukjizat, tetapi ia adalah ayat (tanda) kebenaran nabi Muhammad Saw. Dari sini, kaum Muslim hendaknya tidak menitikberatkan pandangan mereka pada kemukjizatan al-Quran, tetapi perhatian hendaknya lebih banyak tertuju pada hidayahnya.[6] Begitupun dari sisi keilmuannya, al-Quran bukanlah buku ilmiah atau kitab ilmu pengetahuan. Al-Quran adalah kitab yang diturunkan Allah untuk memberi petunjuk kepada manusia, menetapkan aturan hidup agar mereka meraih kebahagian di dunia dan akhirat. 

Demikianlah relevansi sains dan tafsir ilmi yang menjadi renungan bagi umat manusia. Padanya terdapat pelajaran bagi orang-orang beriman untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pada sisi lain, menjadi sebuah mukjizat bagi orang-orang yang ragu dan tidak mempercayainya. Mereka diperlihatkan berbagai penemuan menakjubkan dalam al-Quran seiring dengan perkembangan intelektual mereka. Bahkan keharmonisan informasi ilmiah al-Quran makin terungkap dan menakjubkan dari masa ke masa.

Oleh : Hasrul

ENDNOTE


[1] U. Maman, Pola berpikir sains; Membangkitkan Kembali Tradisi Keilmuan Islam (Bogor, QMM Pusblishing 2012), hal. 247-248
[2] M. Baqiri Saidi Rousyan, Menguak Tabir Mukjizat; Membongkar Pristiwa Luar Biasa Secara Ilmiah terj. Ammar F.H. dari judul asli “Mu’jizeh Syenosi” (Jakarta: Sadra Press, 2012), Cet. I, hal. 275-276
[3] Qurais Shihab, et.al., Sejarah dan Ulum al-Quran (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), Cet. IV, hal. 128-129
[4] Caner Taslaman, Miracle of the Quran terj. Ary Nilandari dari Judul Asli “The Quran: Unchallengeable Miracle”, (Bandung: Mizan, 2010), Cet. I, hal. 21
[5] U. Maman, Pola berpikir sains; Membangkitkan Kembali Tradisi Keilmuan Islam (Bogor, QMM Pusblishing 2012), hal. 259
[6] Quraish Shihab, Kaidah Tafsir; Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami al-Quran (Tangerang: Lentera Hati, 2013), Cet. I, hal. 336

Posting Komentar

[blogger][facebook]

SQ Blog

{picture#https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimSap9ccYY8FQp44yNvjVK6lRtOVpD-gpVKKWSk__oyc8ChkbooHIuh52uDXiZGchcOoPlIazgMEjOjQ5r0b-DftM48h8gDub2yWyKzDdH1VSYDrsmbf1qfYgl5hKaEuiAW8WAQeTmErDqcHjIm3C4GJKWRJv52o5uHAW10S2gOWj4o8nMsdahVxSo/s500/sq%20vlog%20official%20logo%20png%20full.png} SQ Blog - Wahana Ilmu dan Amal {facebook#https://web.facebook.com/quranhadisblog} {youtube#https://www.youtube.com/user/Zulhas1}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.