Agama Filosofis, Sebuah Perjalanan Filsafat dalam Islam

SQ Blog - Kehidupan Filsafat dalam dunia Islam sesudah Al-Ghazali berkembang dalam sebuah arah yang baru dan penting yang dinamakan filsafat keagamaan yang murni atau Agama filosofis. Perkembangan ini, walaupun dalam corak pemikiran dan perjalanannya sangat dipengaruhi oleh Sufisme tetapi tetap nampak beberapa perbedaan signifikan diantara keduanya.

Fenomena yang telah kita sebut “Agama filosofis” walaupun sering mengidentikkan doktrin-doktrinnya dengan doktrin-doktrin Sufi terutama Sufisme spekulatif, tetapi bercirikan argumentasi rasional dan proses-proses pemikiran yang logis dan murni intelektual. Sementara Sufisme semata-mata mengandalkan pengalaman atau intuisi gnostik dan lebih mempergunakan imajinasi puitis dibandingkan proses-proses rasional. 

Ruang gerak perkembangan filsafat keagamaan yang murni ini atau disebut Agama filosofis muncul ke permukaan setelah berabad-abad mengalami ketegangan dengan Teologi dogmatis. Untuk keluar dari hambatan ini, para pembela filsafat menghapuskan kesimpulan-kesimpulan tertentu dari kesimpulan-kesimpulan anti dogmatis yang lebih ekstrim dari filosof-filosof klasik. Kegiatan neo-filosofis ini terutama sekali hidup subur sejak abad ke-7 H / 613 M.

Ketika itu, hubungan baik antara filsafat dan teologi telah dikukuhkan kembali di atas dasar yang pasti dan telah memperoleh kembali keseimbangan tertentu setelah penolakan total al-Ghazali terutama terhadap al-Razi yang menjadi pusat kontroversi saat itu. 

Pada abad ke-7 H / 13 M, muncul penulis-penulis dan kritikus-kritikus filsafat yang terkemuka dan gigih dalam mempertahankan filsafat pada umumnya. Namun disisi lain, mereka juga menerima pandangan-pandangan ortodoksi dalam masalah-masalah dogma yang paling kritis dan sensitif. 

Hambatan lain dalam ruang linkup Agama filosofis ialah ketegangan dengan para tradisionis atau ahl al-Hadis yang tetap tinggal mendasar. Kadang-kadang ketegangan tersebut meletus menjadi gelombang keras serangan kelompok tradisionis terhadap intelektualisme. Bagi teologi sayap kanan, teologi kalam sendiri telah menjadi sasaran kecurigaan karena hubungannya yang intim kembali dengan filsafat. 

Tradisi filosofis yang baru ini, bermula dengan karya Syihabuddin al-Suhrawardi (w. 587 H / 1191 M) pendiri illuminasi filosofis yang sangat dipengaruhi oleh pemikiran sufi Ibnu Arabi dan mencapai perumusan akhirnya dalam karya Shadaruddin as-Syirazi yang berjudul empat perjalanan. Doktrin fundamental dari tradis ini adalah prinsip “tingkatan-tingkatan wujud”, yaitu suatu doktrin pantheisme yang dibangun diperinci diatas dasar teori Neoplatonik tentang emanasi. 

Teori besar lainnya yang erat dengan prinsip ini adalah teori “Kognisi” yang meneguhkan persamaan pikiran dan wujud. Dari kedua teori sebelumnya, timbul doktrin ketiga yang memainkan peranan sentral dalam pandangan dunianya yang religius yang dalam perkembangannya memperoleh sumbangan yang esensial dari pemikiran sufi, yaitu doktrin “Alam Misal”, yakni suatu dunia citra-citra ontologis dimana realitas spritual dari ‘alam atas’ mengambil bentuk citra-citra konkrit dan dimana jasad-jasad kasar dari alam materi ini ‘alam bawah’ berubah menjadi jasad-jasad halus dan citra-citra. 

Disamping gambaran realita monistik ini, as-Suhrawardi juga mengembangkan suatu teori pengetahuan menurut makna kognisi trjadi tidak melalui ‘abstraksi’ bentuk-bentuk sebagaimana diajarkan oleh filosof-filosof, tetapi melalui kesadarn langsung atau kehadiran yang dekat dari objek. Ia memandang fenomena kesadaran diri sebagai ciri primordial dari semua pengetahuan dan mengatakan kesadaran diri dengan membangkitkan kembali kuno Zoroaster tentang cahaya.

Jadi, sebagaimana aliran wujud berproses dari relita hakiki melalui emanasi, maka demikian pula aliran cahaya atau kesadaran yang dekat berproses dari sumber hakikinya. Karena itu, kesadaran itu sendiri adalah suatu continuum yang dibedakan pada berbagai tingkatan oleh satu-satunya kategori lebih atau kurang. 

Perkembangan tradisi filosofis dalam islam terdapat beberapa hal yang menjadi dasar signifikan perbedaan dengan filosof di barat. Di jalur barat, yaitu jalur Kristen pada umumnya akal dan hati (Iman) ternyata selalu bertarung berebut dominasi menguasai jalan manusia. Ringkasnya, sejak Thales sampai sofis akal menang; sejak Socrates sampai menjelang abad pertengahan akal dan hati sama-sama menang; pada abad pertengahan hati (Iman Kristen) menang; sejak Descartes sampai masa Kant akal menang lagi, sejak Kant sampai sekarang kelihatannya akal dan hati sama-sama menang di barat tetapi pada umumnya kerja sama itu tidak harmonis. 

Di jalur timur, yaitu di dunia Islam keadannya hampir sama dengan di barat. Hampir sama berarti tidak sama. Ketidaksamaanya itu sekurang-kurangnya terdapat dalam dua hal: Pertama waktunya, Kedua sifat dominansinya. Tatkala akal sedang kalah total di barat, akal sedang dihargai sama dengan hati di timur. Ini mengenai dengan waktu. Mengenai sifat dominansi, akal di timur dihargai tetapi tidak sampai mendominasi jalan hidup sehingga menyebabkan orang Islam meninggalkan Agama lalu mengambil materealisme dan atheisme. Sedangkan dibarat dominasi akal terlalu besar sehingga orang ada yang mengambil materealisme dan atheisme sementara hati, tatkala mendominasi menentang akal secara total. 

Secara garis besar, hal yang dapat disimpulkan mengenai filsafat islam menjelang munculnya filsafat keagamaan yang murni ialah filsafat dalam Islam tidaklah mati dengan serangan ortodoksi al-Ghazali sebagaimana dugaan para sarjana modern. Namun, Ia terus bergetar hidup sampai abad ke-11 H / 17 M. Pada perkembangan selanjutnya, filsafat Islam berubah secara radikal karena pengaruh mistisisme.

Dari usaha yang bersifat rasional untuk memahami sifat realita obyektif, ia berubah menjadi usaha spritual untuk hidup serasi dengan realita tersebut. Disisi lain, pencapaian filsafat Islam melalui suatu romantisisme intelektual dengan identifikasi pikiran manusia dengan realita, yaitu pemikiran dengan wujud. Filsafat ini memberikan kenyamanan dan dikalangan masyarakat awam terbukti oleh penyebaran sufisme dalam Islam.

Sekian
Oleh: Hasrul

Agama Filosofis, Sebuah Perjalanan Filsafat dalam Islam, Imam Al-Ghazali, Syihabuddin al-Suhrawardi

Posting Komentar

[blogger][facebook]

SQ Blog

{picture#https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimSap9ccYY8FQp44yNvjVK6lRtOVpD-gpVKKWSk__oyc8ChkbooHIuh52uDXiZGchcOoPlIazgMEjOjQ5r0b-DftM48h8gDub2yWyKzDdH1VSYDrsmbf1qfYgl5hKaEuiAW8WAQeTmErDqcHjIm3C4GJKWRJv52o5uHAW10S2gOWj4o8nMsdahVxSo/s500/sq%20vlog%20official%20logo%20png%20full.png} SQ Blog - Wahana Ilmu dan Amal {facebook#https://web.facebook.com/quranhadisblog} {youtube#https://www.youtube.com/user/Zulhas1}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.